Dari empati sederhana menuju gerakan sosial yang menyembuhkan
Di sebuah sudut kota Surakarta, ada sebuah rumah kecil dengan halaman sederhana yang kerap dipenuhi tawa, tangis, dan cerita. Di sanalah Griya Schizofren berdiri—tempat orang-orang dengan masalah kejiwaan (ODMK) kembali menemukan arti hidupnya. Di balik dindingnya yang penuh karya tangan, ada sosok perempuan berwajah teduh yang menjadi motor penggerak: Triana Rahmawati.
Contents
Dari Sosiologi ke Jalan Kemanusiaan
Lulusan Sosiologi Universitas Sebelas Maret (UNS) ini tak pernah menyangka langkahnya akan membawanya sejauh ini. Di awal perjalanan, Triana hanyalah seorang mahasiswa yang gelisah melihat stigma masyarakat terhadap orang dengan gangguan jiwa. Di sekitarnya, ia melihat banyak orang yang lebih memilih menjauh, mencibir, bahkan mengurung mereka.
Namun, di balik tatapan kosong ODMK, Triana melihat sesuatu yang lain—rasa ingin hidup yang sama kuatnya dengan manusia pada umumnya. Dari sanalah benih empati itu tumbuh. Ia mulai terlibat dalam kegiatan sosial dan mendampingi komunitas kecil yang berfokus pada kesehatan mental.
“Waktu itu aku berpikir, kalau bukan kita yang memahami mereka, siapa lagi?” begitu katanya dalam sebuah wawancara dengan Good News From Indonesia.
Triana tahu bahwa empati saja tidak cukup. Ia perlu ruang nyata untuk menjembatani harapan itu. Maka pada tahun 2013, bersama beberapa sahabat se-visi, lahirlah Griya Schizofren—tempat yang bukan sekadar rumah, tetapi ruang pulih, ruang belajar, dan ruang berdaya bagi ODMK.
Lahirnya Griya Schizofren: Rumah untuk yang Terlupakan
Awalnya, Griya Schizofren hanyalah sebuah rumah kontrakan sederhana di wilayah Solo. Namun di dalamnya, Triana memupuk semangat luar biasa. Ia membuka ruang konseling, terapi seni, hingga pelatihan keterampilan sederhana seperti membuat sabun, menjahit, dan menanam.
“Bagi mereka, produktivitas adalah terapi,” ungkap Triana. “Ketika tangan mereka bekerja, pikiran mereka ikut sembuh.”
Triana bukan psikolog, bukan pula dokter. Tapi hatinya bekerja seolah ia memahami bahasa batin para penyintas ODMK. Ia mendengarkan tanpa menghakimi, mendampingi tanpa mengasihani. Ia hadir dengan tulus—dan itulah yang membuat Griya Schizofren bertumbuh.
Kini, setelah 12 tahun berdiri, komunitas ini telah menjangkau ratusan ODMK dan keluarganya. Beberapa di antaranya bahkan sudah kembali bekerja, berdamai dengan dirinya, dan menjadi relawan untuk sesama.

Melawan Stigma, Membangun Kesadaran
Perjalanan tentu tidak mudah. Di awal, Triana sering dianggap aneh. Ada yang meragukan, bahkan menuduh ia “ikut-ikutan orang gila.” Tapi alih-alih menyerah, ia menjadikan stigma itu sebagai bahan bakar perjuangan.
Ia mulai mengedukasi masyarakat lewat kampanye kecil, menggelar kelas berbagi, dan menghadirkan kegiatan publik yang mengangkat isu kesehatan mental. Salah satu program yang paling dikenal adalah “Sapa Jiwa”, forum yang mempertemukan masyarakat umum dengan ODMK dalam suasana santai—menonton film bersama, melukis, atau sekadar minum teh.
Dari situ, perlahan tembok stigma mulai retak. Masyarakat Solo mulai membuka mata bahwa orang dengan gangguan jiwa bukanlah ancaman. Mereka hanya butuh ruang diterima.
“Griya Schizofren bukan tempat rehabilitasi, tapi tempat manusia belajar menjadi manusia lagi,” kata Triana lirih namun penuh keyakinan.
Jejak Kecil yang Menjadi Gerakan Besar
Gerakan Triana tak berhenti di ruang komunitas. Ia mulai membangun jejaring lintas kota dan melibatkan anak muda agar lebih peduli pada isu kesehatan mental. Bersama relawan muda, ia meluncurkan kampanye digital untuk melawan stigma dan berbagi pengetahuan.
Kolaborasi menjadi kunci. Triana menggandeng pemerintah, lembaga swadaya masyarakat, hingga media lokal untuk menguatkan suara Griya Schizofren. Ia tahu, perubahan hanya bisa terjadi jika semua bergerak bersama.
Semangat ini sejalan dengan nilai yang diusung Anugerah Pewarta Astra: “Satukan Gerak, Terus Berdampak.” Triana bukan hanya menyatukan langkah antarindividu, tapi juga menggerakkan kesadaran kolektif masyarakat tentang pentingnya kesehatan jiwa.
Pada tahun 2017, kiprahnya pun diakui secara nasional. Ia dinobatkan sebagai salah satu penerima Anugerah Pewarta Astra berkat dedikasinya dalam mendampingi ODMK dan membangun ekosistem sosial yang berkelanjutan.
Penghargaan itu tak membuatnya berhenti. Justru menjadi bahan bakar baru untuk terus melangkah. “Aku nggak merasa sudah selesai. Masih banyak jiwa di luar sana yang butuh disentuh,” ujarnya.

Dari Solo untuk Indonesia
Kini, Griya Schizofren telah menjadi model gerakan sosial berbasis empati yang banyak dipelajari. Beberapa komunitas di luar Solo mulai meniru konsepnya: pendekatan berbasis keluarga, kreativitas, dan kegiatan produktif.
Triana percaya bahwa setiap orang punya potensi untuk sembuh dan memberi manfaat. Ia menolak melihat ODMK hanya sebagai pasien; baginya, mereka adalah manusia dengan kisah, cita-cita, dan cinta.
Ia pun mulai aktif berbicara di berbagai forum nasional, mengedukasi publik tentang kesehatan mental, pemberdayaan, dan pentingnya dukungan keluarga. Ia juga membina anak-anak muda yang ingin menjadi relawan kesehatan jiwa.
“Gerakan ini bukan milikku sendiri,” katanya. “Griya Schizofren adalah rumah kita semua—tempat belajar mencintai manusia apa adanya.”
Menyatukan Gerak, Menyembuhkan Jiwa
Dalam setiap langkahnya, Triana membawa satu keyakinan: bahwa perubahan besar dimulai dari tindakan kecil yang dilakukan dengan hati. Ia tak punya kekuatan super, hanya ketulusan yang menular.
Dari tangan-tangan ODMK yang dulu gemetar kini lahir karya batik, sabun herbal, dan aneka kerajinan yang dijual untuk menopang operasional komunitas. Dari ruang yang dulu sepi, kini bergema tawa, doa, dan harapan.
Melihatnya, kita diingatkan bahwa gerak kecil pun bisa membawa dampak besar—selama dilakukan bersama.
Triana adalah bukti hidup bahwa kemanusiaan tak pernah sia-sia. Ia telah menyatukan gerak, menumbuhkan harapan, dan menghadirkan cahaya bagi mereka yang pernah terjebak dalam gelapnya stigma.
Dan seperti yang selalu ia katakan kepada para relawannya,
“Kita tidak sedang menolong orang gila. Kita sedang belajar waras bersama.”***
#APA2025-Blogspedia
Daftar Pustaka
- Marita Ningtyas. (2024). Triana Rahmawati: Menjembatani Harapan dan Kemanusiaan. Blog pribadi
- Kompasiana. (2024). Triana Rahmawati: 11 Tahun Membersamai ODMK untuk Hidup Berdaya di Griya Schizofren Surakarta.
- Good News From Indonesia. (2025). Triana Rahmawati dan Griya Schizofren: Menghapus Stigma Kesehatan Jiwa.
- Espos Bisnis. (2024). Mereka Bukan Gila, Hanya Perlu Didengarkan: Kisah Triana Rahmawati dari Solo.
- Jatim Times. (2025). Dari Sosiologi ke Aksi Sosial: Triana Rahmawati, Pahlawan ODMK di Surakarta.
- Viva.co.id. (2025). Triana Rahmawati Bangun Komunitas Griya Schizofren, Dukung Anak Muda Peduli ODMK.
- Instagram @uleetria — Dokumentasi kegiatan dan narasi personal Triana Rahmawati.




